Harapan pada pemilu 9 Juli 2014
Pemilu merupakan salah satu sarana bagi rakyat dalam
menyampaikan aspirasi. Demokrasi menolak adanya kepemimpinan yang secara turun-
menurun, dan Pemilu dapat menghindarkan Negara dari kepemimpinan dengan model
seperti itu. Pemilu merupakan pengejewantahan dari diterapkannya Demokrasi
dalam sebuah Negara, dimana rakyat dapat dengan langsung memilih Wakilnya untuk
duduk dalam Parlemen dan Struktur Pemerintahan. Pemilu diharapkan dapat
meningkatkan Tatanan sebuah Politik yang baik dan Pemerintahan yang Demokratis.
Pemilu menjadi sarana yang sangat penting, bagi tegaknya demokrasi yang sehat
dan baik. Sedangkan, demokrasi itu sendiri adalah sarana bagi terwujudnya
setiap masyarakat yang adil dan makmur.
Dalam Pesta Demokrasi ini, pada tanggal 9 April 2014,
diadakannya Pemilihan Umum (Pemilu) dengan memilih anggota Legislatif, yaitu DPR,
DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/ Kota, dilakukan serentak. Ada empat kertas
surat suara. Berbagai macam warna surat suara yang ada. Untuk kertas surat
suara calon DPR berwarna kuning, kertas surat suara calon DPD berwarna merah,
kertas surat suara calon DPRD Provinsi berwarna biru, dan kertas surat suara
calon DPRD Kabupaten/ Kota berwarna hijau. Sementara itu, pelaksanaan Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden dilakukan setelah pemilu Anggota Legislatif, pada
tanggal 9 Juli 2014. Pemilu Presiden dan Wakil Presiden mendapatkan satu kertas
surat suara.
Saya menaruh harapan yang sangat besar terhadap Pelaksanaan
Pemilu yang transparan dan jujur. Semangat berdemokrasi mengalami peningkatan
yang signifikan sejak tahun 2004. Pemilu tidak hanya Pemilihan Legislatif, tapi
juga Pemilihan Presiden dan kepala Daerah. Satu hal yang selalu membuat cemas
dalam Pelaksanaan Pemilu di Indonesia adalah kecurangan yang masih saja banyak
terjadi hingga sampai sekarang ini.
Setidaknya, ada tiga kategori kecurangan Pemilu. Pertama,
sebelum kampanye. Contohnya adalah kecuragan Administratif. Kedua, kecurangan
disaat kampanye. Contoh konkrit yang sering terjadi dilevel ini adalah kampanye
terselubung yang dilakukan dan pembelian suara (vote buying). Kampanye
terselubung lebih memungkinkan terjadi bagi calon Legislatif atau Eksekutif,
maupun lainnya yang masih menjabat (incumbent), karena kampanye bisa disamarkan
dalam bentuk sebuah kegiatan- kegiatan rutin dilevel grassroot. Kecurangan lain
adalah “money politics” dalam “vote buying” (pembelian suara) yang biasanya
menggunakan strategi terhadap “serangan fajar” dengan membagikan sembako kepada
para pemilih pada tempat- tempat tertentu. Ketiga, kecurangan setelah kampanye,
contohnya di Tempat Pemungutan Suara (TPS). Kecurangan atau pelanggaran di TPS
atau tempat pencoblosan sangat beragam, mulai dari “pemilih siluman”,
pembengkakan kertas suara, penggelembungan, atau pengurangan Daftar Pemilih
Tetap (DPT), suara hilang, tinta jari mudah hilang, hingga kotak suara yang
hilang.